POLITEKNIK NEGERI
JEMBER
PRODUKSI PERTANIAN-PRODUKSI TANAMAN
PERKEBUNAN
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Dalam KehidupanBerbangsa Dan Bernegara
Nama Praktikan : Fityanul Arifin NIM : A32120887
Program study : Produksi Tanaman Perkebunan
Hari/Tanggal : Jumat 14 Juni 2013
PENDIDIKAN PANCASILA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pancasila adalah
dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama batang
tubuh UUD 1945. Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila
mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal
tersebut Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan
hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan
dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Pancasila
sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan,
kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagaisistem nilai
yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya: (a)
bidang politik, (b) bidang ekonomi, (c) bidang sosial budaya, (d) bidang hukum,
(e) bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula Pancasila.
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
Kehidupan Bernegara (LPPKB) telah berhasil menyusun Pedoman Umum Implementasi
Pancasila Dalam Kehidupan Bernegara, namun masih perlu dirumuskan ke dalam
Paradigma yang secara operasional dapat digunakan sebagai pedoman dan model
baik dalam merumuskan kebijakan publik maupun sebagai acuan kritik, untuk
menentukan mana yang sesuai atau yang tidak sesuai dengan Pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Paradigma secara luas?
3. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai paradigma pembangunan?
4. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik?
5. Bagaimanakah
peran Pancasila Sebagai Pembangunan Ekonomi?
6. Bagaimanakah
peran Pancasila Sebagai Pembangunan Sosial Budaya?
7.
Bagaimanakah Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Paradigma dalam arti luas
Paradigma
secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu
permasalahan. Pengertian paradigma berkembang dari definisi paradigma
pengetahuan yang dikembangkan oleh Thomas Kuhn dalam rangka menjelaskan
cara kerja dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam.
Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intelektual yang dalam kondisi
normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmuwan yang membentuk ‘masyarakat
ilmiah’ dalam disiplin tertentu.
Robert
Winslow menambahkan pengertian paradigma ilmiah sebagai gambaran intelektual yang
daripadanya dapat ditentukan suatu subjek kajian. Perspektif intelektual inilah
yang kemudian akan membentuk ilmu pengetahuan normal (normal science) yang
mendasari pembentukan kerangka teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah.
George
Ritzer memberikan pengertian paradigma sebagai gambaran fundamental mengenai
subjek ilmu pengetahuan. Paradigma memberikan batasan mengenai apa yang harus
dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagaimana harus dijawab dan
aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh.
Paradigma
ialah unit konsensus yang amat luas dalam ilmu pengetahuan dan dipakai untuk
melakukan pemilahan masyarakat ilmu pengetahuan (sub-masyarakat) yang satu
dengan masyarakat pengetahuan yang lain. Paradigma membantu para ilmuwan dan
teoritisi intelektual untuk memandu, mengintegrasikan dan menafsirkan karya
mereka agar terhindar dari penciptaan informasi yang acak dan tidak beraturan.
Menurut Kuhn,
tidak ada sejarah kehidupan yang dapat diinterpretasikan tanpa
sekurang-kurangnya beberapa bentuk teori dan keyakinan metodologik implicit
yang berkaitan satu sama lain yang memungkinkan untuk melakukan seleksi,
evaluasi dan bersikap kritis. Meskipun terlihat terlalu bernuansa akademis,
sebenarnya paradigma tidak menjadi bahan kaji atau dominasi para kaum
intelektual untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, paradigma juga mungkin
diterapkan pada ranah-ranah kehidupan sosial yang lain. Sebenarnya Kuhn
mendapatkan gagasannya mengenai paradigma tersebut dari dunia sejarah dan
sastra yang kemudian diterapkannya ke dalam domain ilmu-ilmu alam yang pada
waktu itu dianggap sebagai satu-satunya ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah.
Sedangkan cabang ilmu pengetahuan yang sekarang telah dianggap sebagai ilmu,
dulunya hanya dianggap sebagai seni saja misalnya sejarah, sastra, dan politik.
2.2
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia
melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam
meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis hakikat kedudukan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi
bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada
hakikat nilai-nilai pada sila-sila Pancasila.
Hal ini
sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia,
sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan
bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai
dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia
menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis
tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan
kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat
kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan
itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial
harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
2.3
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia
Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku
politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem
politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu,
sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV
Pancasila).
Pengembangan
selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada
sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik
Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral
persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik,
baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar
moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa
Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin
diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk
implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
·
Penerapan
dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,
budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
·
Mementingkan
kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan
Melaksanakan keadilan sosial dan
penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan.
Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini,
implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga
(civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik,
agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
1. Nilai toleransi
2. Nilai transparansi hukum dan kelembagaan
3. Nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata)
4. Bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3)
1. Nilai toleransi
2. Nilai transparansi hukum dan kelembagaan
3. Nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata)
4. Bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3)
Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan politik negara terutama dalam proses reformasi
dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam
sila-sila Pancasila sehingga, praktik-praktik yang menghalalkan segala cara
dengan memfitnah, memprovokasi menghasut rakyat yang tidak berdosa untuk diadu
domba harus segera diakhiri.
2.4
Pancasila
Sebagai Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila
dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada
nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan
pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II
Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan
menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang
menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk
pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk
lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan warga negara. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi
lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi
atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi
harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu
mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga
masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada
ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan
program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih
mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan
akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil,
demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
2.5
Pancasila
Sebagai Pembangunan Sosial Budaya
Dalam pembangunan pengembangan aspek
sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan
nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pancasila
mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia
sebagai makhlukyang berbudaya. Pancasila juga merupakan sumber normatif bagi
peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya.
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat
manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya
dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia
biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita
menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia
secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia
harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
menjadi human. Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan
terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia
sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan
demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional
berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya
komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya
komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak
asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang
sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman
kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah
tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan
pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional
(Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila
Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup
menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila
dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan -
kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa
ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang
tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang
dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia
tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang
menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk
di kepulauan nusantara untuk
mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas
persebarannya di kalangan masyarakat
majemuk
Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat
relevan
untuk mengendalikan nilai-nilai
budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial
itu menjadi landasan yang membangkitkan
semangat
perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan
bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
2.6
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu
tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (sishankamrata).
Sistem
pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah
dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa
dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan
sendiri.
Sistem ini
pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan
negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan
keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3
Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada
falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki
sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok
materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) Adanya
perlindungan terhadap HAM,
(2) Adanya
susunan ketatanegaraan
negara yang
mendasar, dan
(3) Adanya
pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.
Sesuai dengan UUD 1945, yang di
dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari
UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang
demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya,
Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan
dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis
seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan
perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila - sila
Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang
akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan
beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum
yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila.
Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan
merupakan perwujuan aspirasi rakyat). Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang
ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di
mata dunia internasional.
Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan
plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun
terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia
kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak
kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika
bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan
umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak
terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian
umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku
merupakan satu
komunitas (ummatan wahidah).
2.
Hubungan
antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas
3.
Islam dan
komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara
tanpa diskriminasi yang
didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari
Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan
politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki
heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat
bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila
kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate
value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh
dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat
Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya
masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya
lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di
Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli,
Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang
saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog
Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi
dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan
pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi
manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai
benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan
bahwa Pancasila sebagai paradigma mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena Pancasila mempunyai peran yang
sangat penting dalam berbagai bidang seperti dalam bidang hukum, ekonomi,
sosial budaya, dan juga pembangunan
Pancasila sebagai paradigma
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ini dimaksudkan untuk dipergunakan
sebagai acuan setiap warganegara utamanya para penyelenggara negara dan
pemerintahan dalam menentukan kebijakan, melaksanakan kegiatan dan mengadakan
evaluasi hasilnya serta dalam menghadapi berbagai dinamika perubahan. Paradigma
Kehidupan Bangsa Indonesia ini akan dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk yang
lebih rinci sehingga akan memudahkan bagi imple- mentasinya.
Daftar
Pustaka
Kaelan, 2010, Pendidkan Pancasila, Paradigma
Offset, Yogyakarta.
Undang Undang Dasar Republik Indonesia dan
perubahannya
Soekarno, Di Bawah Bendera Refolusi
Pembelajaran Tata Negara
0 komentar:
Posting Komentar